Kesuksesan Rudhi Sujarwo di dunia perfileman (Foto : Elisa) |
Untuk menjadi orang yang sukses seperti foto disamping?…., kalimat ini lebih
banyak gampang dibaca daripada dimengerti apalagi untuk dipraktekan. Namun dari
kalimat tersebut saya teringat nasihat orang yang bijak yang pernah saya kenal.
Dia berkata “mas untuk menjadi orang sukses, manusia itu perlu mempunyai tiga
kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual”. Meskipun
waktu itu
saya tidak memahami apa yang dikatakannya dan setengah tidak
percaya, karena berita maupun biografi dari beberapa orang yang terkenal sukses
dalam hidup dan profesinya jarang sekali ada keterangan bahwa orang tersebut
memiliki tiga kecerdasan tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu tuntutan menjadi orang yang sukses dan mapan
dalam menjalani kehidupan ini, dimana kita bisa belajar banyak hal dengan akses
yang luar bisaa banyak menjadi obsesi yang demikian besar seingga mendorong
manusia untuk bisa melakukan apa saja agar mencapai status tersebut. Tuntutan
dan melihat kemapanan orang lain , menjadikan manusia untuk mencapa I
hal tersebut kadang-kadang menghalalkan segala cara sehingga kalau perlu
mengorbankan orang lain dalam mencapai. Ada istilah yang popular dan sering
menjadi bahan bercanda dinatara saya dan teman-teman, yaitu kalau orang miskin
berpikir hari ini makan apa, sedang orang kaya berpikir sekarang makan
siapa.
Akibat dari
obsesi tersebut banyak orang khususnya di Indonesia, telah mencapai jabatan
tinggi dengan tingkat kemapanan hidup terbilang sangat tinggi. Namun pencapaian
tersebut justru dicapai dengan hal-hal buruk yang sekarang biasa disebut
korupsi. Dan parahnya orang-orang tersebut justru
mempunyai tanggungjawab terhadap pemberantasan korupsi itu sendiri. Dapat
dibayangkan betapa sulitnya memberantas korupsi tersebut. Karena pelaku justru
para manusia yang berseragam, terhormat dan menjadi pejabat Negara dibayar dari
uang rakyat yang disetor lewat pembayaran yang disebut pajak.
Pertanyaannya adalah “apakah agama sudah dilupakan oleh mereka”. Ataukah
mereka hanya ingat agama kalau mereka sholat atau lagi ikut pengajian. Ah jadi
teringat satu orang lagi yang selalu menggebu-gebu kalau membicarakan kondisi
saat ini dan pada akhirnya memberikan banyak inspirasi sehingga saya tidak
perlu susah payah membaca literature untuk mengetahui hal-hal yang menarik untuk
disimak sebagai bahan menganalisa kondisi yang sedang terjadi saat ini. Dia
mengatakan, “mas saat ini banyak masyarakat di sekitar kita ini kalau dipandang
dari sudut agama gak ada celanya, namun prakteknya banyak dari mereka justru
menyebabkan orang lain tidak dapat menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai orang
yang taat Bergama”.
Sehingga kata dia lagi masyarakat kita saat ini “agama nomor satu, namun
kelakuan nomor dua”
Kemudian saya berpikir apa yang salah, apakah memang antara agama dan
perilaku hidup kita saat ini gak nyambung, atau memang sulitnya mencerna apa
yang ada pada makna-makna yang ada dalam agama tersebut sehingga akan dianggap
orang soleh kalau kita sudah dapat melaksanakan apa yang ada dalam rukun
tersebut, namun lupa menerapkannya dalam kelakuan bersosial. Kesimpulannya
adalah secara vertical sudah mendekati sempurna namun secara horinsontal masih
jauh dari sempurna. Ironisnya ada angapan kalau mereka berbuat dosa misalnya
korupsi, mereka merasa dapat menghapus dosanya kalau menyisihkan sebagian dari
hasil korupsi
untuk berzakat dan bersedekah. He .. he… sungguh naïf sekali. Apalagi ada
seorang ustadz yang cukup terkenal memanfaat kondisi dengan mengajak mereka
untuk melakukan hal tersebut denga judul dahsyatnya zakat. Sehingga dengan
melakukan hal tersebut seolah-olah apapun yang dilakukannya akan terhapus
dosa-dosanya. Jadi teringat surat pengakuan dosa yang hanya bisa dibeli oleh
orang-orang kaya.
Kembali kepertanyaan, apa yang salah? Yah …. Mereka orang yang pinter dan
cerdas dan telah bekerja keras sehingga bisa mencapai kesuksesan yang tinggi.
Kenapa begitu. Kenapa mereka tega melakukan hal tersebut meskipu n harus
menyakiti dan membuat menderita banyak orang. Jawabannya adalah mereka belum
mempunyai hati yang baik. Sehingga apa yang mereka lakukan dianggap sah-sah
saja.
Kenapa banyak masyarakat kita belum mempunyai hati yang cukup baik dan tidak
mampu mensinergikan dengan karunia Tuhan lainnya berupa kecerdasan dan kesehatan
sehingga mereka bisa bekerja keras untuk meraih kesuksesan di dunia. Ya… mungkin
karena untuk mempunyai hati yang baik itu karena tidak ada sekolahnya atau tidak
ada lembaga yang menawarkan, kami bisa menghasilkan manusia yang berhati
mulia.
Bagaimana di UP45 yang kita cintai ini, adakah program yang dapat membuat seseorang
berhasil mempunya tiga kecerdasan yang yang disebut diatas, sehingga dapat
mencapai kesuksesan dengan pondasi hati yang mulia sehingga apabila dia
menghasilkan sesuatu tidak hanya bermanfaat bagi dirnya namun juga bermanfaat
bagi banyak orang dan lingkungannya.
UP45 sejak 2010 telah mencanangkan untuk membangun karakter para mahasiswanya
mempunyai standart berskala internasional dengan mengembangkan system yang
dipakai di 135 negara di dunia, yaitu dengan mengembangkan International Award
for Young People (IAYP). Program ini menantang para pemuda untuk merencanakan
hidupnya dengan dengan lima aktivitas.
1.
Keterampilan
2. Rekreasi fisik
3. Aktivitas
sosial
4.
Petualangan
5.
Ekspedisi
Tiga kegiatan teratas merupakan aktivitas yang harus rutin dilakukan sehingga
para peserta bisa mepunyai kecerdasan kalau mereka mengasah
keterampilannya,
mempunyai fisik kuat kalau mereka berolah raga dan mempunyai hati yang
baik kalau mereka mempunyai aktifitas social. Program IAYP ini memberikan
keseimbangan pada pembangunan karakter kepemudaan. Program Ini menyediakan
kerangka kegiatan untuk mendorongkegiatan fisik, tantangan mental, ketekunan
individu, kerja tim dan interaksi dengan orang lain. Sehingga diharapkan dimasa
yang akan datang tersedia SDM yang tidak cerdas dan kuat namun juga mempunyai
keikhlasan dalam menjalan amanah yang mereka emban.
Dan para peserta ini menjadi bagian dari suatu komunitas yang telah ada sejak
tahun 1950 dengan alumni
mencapai ribuan orang yang tersebar diseluruh dunia. Suatu komunitas yang
mempunyai persamaan karakter dalam kinerja, motivasi dan toleransi dalam
mencapai prestasi. Pencapaian yang didasari dengan etikan dan estika yang
tinggi.
Namun program ini bukan mengajak untuk melupakan agama sebagai cahaya
penuntun hidup, malah program ini merupakan sisi penerapan kauniya agama itu
sendiri. He..he… Kayak ustadz saja, memang siapa kamu…?
Namun program ini merupakan perpaduan antara mencapai kesuksesan di dunia dan
selamat di akherat. Sehingga setiap anggotanya akan ditantang untuk merencanakan
hidupnya (mencapai sukses) dengan melakukan keterampilan (mengasah kecerdasan
intelektual), rekasi fisik (mengasaha kecerdasan emosional) dan melakukan
pelayanan social (mengasah kecerdasan spiritual).
Di UP45 telah ada beberapa mahasiswa yang telah ikut program IAYP ini,
komunitas ini telah melakukan aktivitas yang sifatnya Individual maupun
berbareng dengan mengadakan kegiatan pada selasa, kamis dan sabtu setiap jam 8
pagi. Kegiatan ini merupakan merupakan kegiatan yang saling berhubungan, dimana
pada kamis mereka menghasilkan tulisan dan mendapat bimbingan dalam menulis dari
beberapa dosen dan orang yang berkopeten dibidang penulisan. Kemudian hasil
tulisan ini akan dipresentasikan dan diskusi pada hari sabtu memakai bahasa
inggris. Dan pada hari selasa didampingi agar karya mereka menjadi karya yang
bisa dimuat di media atau bisa dijadikan proposal kegiatan yang mampu
menghasilkan sesuatu manfaat. Disinilah kegiatan ini dilakukan agar mereka
menjadi SDM yang bisaa disebut human social entrepreneurship.
Insa’allah.
Ayo bergabung dengan komunitas ini, untuk bersama berinteraksi dan
bersilahturami membangun masa depan yang lebih baik. (Toni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar